Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-79, tim “Inspirasi untuk Bangsa” menggelar acara virtual dengan tema yang provokatif: “Hanya Dikenal Kalau Gagal Bayar”. Acara ini menyoroti realitas koperasi di Indonesia yang sering kali hanya mendapat perhatian publik ketika menghadapi masalah, terutama dalam hal gagal bayar.

Acara ini menghadirkan Ketua Pengurus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Credit Union Pancur Kasih, Martono, SE, MM, yang memberikan pandangan mendalam tentang kondisi koperasi di Indonesia. Dalam kesempatan ini, Martono memaparkan berbagai tantangan yang dihadapi koperasi, khususnya koperasi simpan pinjam, dalam menjalankan misinya untuk meningkatkan kesejahteraan anggota.

Peran dan Perkembangan KSP CU Pancur Kasih

KSP CU Pancur Kasih, yang berdiri sejak 28 Mei 1987, kini telah memiliki 213.000 anggota dengan aset sebesar Rp 3,4 triliun. Wilayah operasional koperasi ini telah mendapatkan izin nasional, meskipun saat ini masih fokus di Kalimantan Barat. Martono menjelaskan bahwa koperasi ini berawal dari sebuah gerakan kecil di Pontianak dan berkembang pesat berkat kepercayaan dan partisipasi anggotanya.

“Saat ini, kami memiliki 55 kantor pelayanan dan baru-baru ini menambah empat kantor pelayanan khas, sehingga total ada 59 kantor pelayanan yang tersebar di berbagai daerah di Kalimantan Barat,” jelas Martono. Dia juga mengungkapkan bahwa KSP CU Pancur Kasih tidak hanya berorientasi pada misi ekonomi, tetapi juga memiliki misi sosial yang kuat, di mana koperasi ini berusaha memberdayakan anggotanya melalui pendidikan dan pelatihan.

Tantangan dan Harapan

Meskipun telah mencapai kesuksesan yang signifikan, Martono tidak menampik bahwa koperasi ini menghadapi berbagai tantangan, baik dari internal maupun eksternal. Salah satu tantangan utama adalah kurangnya pembinaan dan dukungan dari pemerintah, terutama dalam hal regulasi dan pendampingan hukum.

“Sering kali koperasi baru dikenal ketika menghadapi masalah, terutama dalam hal gagal bayar. Padahal, koperasi telah memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian, khususnya di daerah-daerah pedesaan,” kata Martono.

Martono juga menyoroti adanya ketimpangan perhatian antara koperasi dan institusi keuangan lainnya seperti perbankan. Menurutnya, koperasi sering kali dianggap sebagai pelengkap dan tidak mendapat perhatian serius dari regulator, kecuali ketika terjadi kasus yang memicu perhatian publik.

Koperasi dan Fenomena Rentenir

Salah satu isu yang juga diangkat dalam acara ini adalah maraknya praktik rentenir yang berkedok koperasi. Martono menegaskan bahwa koperasi resmi seperti KSP CU Pancur Kasih sangat berbeda dengan rentenir yang sering kali memanfaatkan celah dalam regulasi untuk meraup keuntungan dari masyarakat yang kurang mampu.

“Praktik rentenir ini menjadi tantangan tersendiri bagi kami. Mereka beroperasi dengan cara yang tidak terhormat dan sering kali merusak citra koperasi di mata masyarakat,” tegas Martono.

Melalui acara ini, Martono menyampaikan harapan besar agar pemerintah dapat memberikan perhatian yang lebih serius terhadap koperasi, khususnya dalam hal pembinaan, pendampingan hukum, dan regulasi yang adil. Koperasi seperti KSP CU Pancur Kasih telah terbukti mampu memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan perekonomian daerah. Namun, dukungan yang lebih kuat dari pemerintah diperlukan agar koperasi dapat terus berkembang dan memberikan manfaat yang lebih luas.

Koperasi adalah tulang punggung perekonomian rakyat yang sering kali tidak mendapatkan perhatian yang layak. Dengan dukungan yang tepat, koperasi tidak hanya akan dikenal ketika gagal bayar, tetapi juga sebagai pilar penting dalam pembangunan ekonomi bangsa.

Tonton selengkapnya di: Youtube INSPIRASI UNTUK BANGSA

Barage CU Malangkah Repo


Ptr